Dengan adanya otonomi khusus, maka pemilu pertama kali diadakan di Suriname pada tahun 1950 dengan salah satu konsukensinya semua jajahan Belanda menjadi warga negara Belanda termasuk Suriname, kecuali yang menolak. Mereka lebih memilih untuk repatrian (pulang kampung).
Yayasan Tanah Air
Dari hasil formulir pernyataan, maka 75% warga Jawa di Suriname menginginkan pulang ke tanah air. Muncul berbagai macam organisasi gerakan Kembali ke Tanah Air Indonesia termasuk Komite Delegasi Indonesia (KDI), yang sudah lama vakum kembali aktif. Masing-masing Kepala keluarga memberi sumbangan 2.50 Gulden, 2 Gulden 50 Sen. Dana terkumpul namun untuk apa datang ke Jakarta kalau hanya memohon pemulangan, sementara indonesia juga belum stabil. Maka dibentuklah Yayasan Tanah Air yang diketuai oleh S.M. Hardjo. Salah satu tujuan dari yayasan ini adalah untuk meminta kepada Pemerintah Indonesia memberikan lahan kepada warga Jawa Suriname ketika mereka nanti pulang. Seperti untuk pertanian, perdagangan dan perikanan serta industri lainnya, sebagai bentuk partisipasi membangun bangsa.
Pemerintah Indonesia Melalui perwakilannya di kota Paramaribo, tidak keberatan atas niat tersebut, maka pada bulan Desember 1951, Yayasan Tanah Air beserta organisasi lainnya yang berjumlah 8 0rang berangkat ke Jakarta untuk berbicara langsung dengan para pejabat kementerian dan jawatan sehubungan dengan niatan tersebut. Namun semuanya mengalami proses yang panjang, utusan hingga dua kali datang ke Indonesia. Yang menjadi pertimbangan adalah lokasi. Delegasi sempat di ajak ke Jogjakarta, Solo, Purwokerto, Banyumas, Cilacap, Banjarnegara dan semarang pada januari 1952, tak hanya di Jawa peninjauan berlanjut ke Sumatera Selatan dan Lampung. Ternyata mereka tak dapat pulang ke Jawa.
Mereka tak perduli, pokoknya pulang ke Indonesia. Melalui suratnya Yayasan Tanah Air meminta kepada perwakilan Indonesia di kota Paramaribo agar pemerintah Indonesia menyediakan lahan seluas 2500 hektar di luar Jawa, memberi bantuan transportasi dari pelabuhan menuju lokasi kelak, serta adanya tempat penampungan sebelum mereka bisa membangun rumah serta adanya kredit uang sebagai modal dan biaya awal untuk memulai hidup di tempat yang baru kelak.
Pada Akhirnya…
Yang mereka awali berakhir juga, semangat dan usaha membuahkan hasil, pulang kampung! Mereka touch down di Bumi Nusantara, pelabuhan Teluk Bayur 5 Februari 1954 Sumatera Barat, yang dulu masih bernama Sumatera Tengah. Keberangkatan mereka dari kota Paramaribo pada tanggal 4 Januari 1954 mendapat penghormatan dari segala penjuru distrik. Perahu dayung, perahu motor mengelilingi mereka yang berada di kapal K. M. Langkuas dengan berondongan mercon / petasan dan sorak-sorai. Di bawah pimpinan rombongan wakil ketua Yayasan Tanah Air J. W. Kariodimedjo, Langkuas perlahan meninggalkan pelabuhan Paramaribo, Suriname menuju Tanah Air Indonesia.
K.M. Langkuas dibawah agen Royal Rotterdam Lloyd membawa kurang lebih 1014 Jiwa, beserta perbekalan makan minum mereka selama satu bulan di perjalanan laut. Mereka membawa serta peralatan pertanian, karena nantinya sulit untuk mendapat alat di Tanah Harapan yang baru. Tarif dewasa untuk perjalanan dari Suriname ke Teluk Bayur usia 10 tahun s/d Dewasa 375 Gulden Suriname, 1 s/d 9 187.5 Gulden Suriname, dibawah 1 tahun gratis. Dalam perjalanan mereka mendapat 4 tambahan penumpang baru dengan lahirnya 4 bayi, jadi total adalah 1018 Jiwa. Dewasa asal jawa 368 jiwa (50-70 tahun), dewasa lahir Suriname 247 jiwa (20-45 tahun), anak-anak lahir di Suriname 399 jiwa (1-19 tahun), yang terbagi dalam 316 kepala keluarga.
Tongar: Tanah dan Harapan Baru
Bukan Jawa, bukan Lampung atau Sumatera Selatan bagi para repatrian dari Suriname, sudah di jelaskan kepada mereka oleh para delegasi bahwa Jawa, sudah tidak mungkin untuk mereka kembali. Bagi mereka tak masalah yang penting mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Tanah Harapan itu adalah 1500 Hektar, terletak di Negari Air Gadang, kabupaten Pasaman Barat, kecamatan Pasaman, Sumatera Barat. Lahan yang berupa dataran pegunungan, lereng, hutan dengan pohon semak belukar dan hanya 500 hektar yang berupa daratan datar. Dibelah oleh air Batang Saman menuju ke arah barat menyatu dengan Samudera Hindia.
Nama untuk daerah tersebut belum mempunyai ada. Karena akan di bangun waduk, bendungan irigasi dari sumber air Sungai Tongar yang terletak di KaNegerian Kajai-Pinagar dimana akan di alirkan kebeberapa kampung termasuk ke Tanah harapan Baru. Ya.. Tanah Harapan Baru itu di beri Nama Tongar oleh instansi Terkait.
Tanah, Gunung, pohon, sungai yang terhubung dengan Lautan luas serta rencana Irigasi dan semangat yang terbarukan, semua modal yang menjanjikan. 15 Februari 1954 adalah ayunan pertama alat tebang, alat Potong mereka. Peluh dan semangat untuk mengukir sejarah baru, di tanah baru untuk harapan Baru.